Thursday 15 January 2015

TARI GANONG





Tarian Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih Pujangga Anom adalah salah satu tokoh yang enerjik, kocak sekaligus mempunyai keahlian dalam seni bela diri sehingga disetiap penampilannya senantiasa di tunggu - tunggu oleh penonton khususnya anak - anak. Bujang Ganong menggambarkan sosok seorang Patih Muda yang cekatan, berkemauan keras, cerdik, jenaka dan sakti

Ganongan adalah salah satu bagian penting dari personil anggota kesenian Reog yang merupakan kesenian asli kebanggaan Indonesia. Kesenian Reog berasal dari kota Ponorogo Jawa Timur.

Seluruh tariannya merupakan tarian yang berasal dari perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, yang dipercaya mempunyai alur cerita sejarah berawal tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning. Namun di tengah perjalanan ia dihadang oleh Raja Singabarong yang berasal dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo, Raja Kelono dan wakilnya Bujang Anom, dikawal oleh tokoh warok yang mempunyai ilmu hitam mematikan. Dari situlah kemudian mereka saling mengadu ilmu hitamnya. Tarian ini sering dipentaskan oleh para penari dalam keadaan “kerasukan” .

Kesenian tarian ini mempunyai beberapa personal antara lain Barongan (dadak merak), Warok, Jathil, Klono Sewandono dan Bujang Ganon (Ganongan).
Bujang Ganong (Ganongan) atau Bujang Ganong menggambarkan sosok seorang Patih Muda yang cekatan, berkemauan keras, cerdik, jenaka dan sakti. Bujang Ganong adalah penokohan dari Patih Pujangga Anom, salah satu tokoh disetiap penampilannya senantiasa di tunggu – tunggu oleh penonton khususnya anak – anak.








TARI JAIPONG
http://www.bimbingan.org/wp-content/uploads/2013/08/Definisi-Tari-Jaipong.jpg
Tari Jaipong atau dikenal sebagai Jaipongan adalah tarian yang diciptakan pada tahun 1961 oleh Gugum Gumbira. Pada masa itu, ketika Presiden Soekarno melarang musik rock and roll  dan musik barat lainnya diperdengarkan di Indonesia, seniman lokal tertantang untuk mengimbangi aturan pelarangan tersebut dengan menghidupkan kembali seni tradisi. Tari Jaipong merupakan perpaduan gerakan ketuk tilu, tari topeng banjet, dan pencak silat (bela diri).
Ketuk tilu sangat populer di desa, tetapi pada saat itu dianggap buruk di kalangan perkotaan, karena gerakannya yang sensual, bahkan erotis. Tak jarang penari ketuk tilu merangkap juga sebagai pelacur. Dalam karyanya, Gugum Gumbira pada saat itu berusaha melestarikan bentuk dasar ketuk tilu, tetapi dengan tempo musik yang dipercepat. Sehingga  membuat penari menjadi lebih aktif. Ia juga mempertahankan bentuk tradisioanl ketuk tilu, di mana penari merangkap sebagai penyanyi, tetepi dipadukan dengan gamelan urban dengan ditambah suara kendang. Nama jaipong adalah onomatope dari suara kendang yang sering terdengar di antara tarian ini. Mulut penonton dan pemain musik biasanya meneriakan aksen tiruan dari suara kendang: ja-i-pong, ja-ki-nem, atau ja-i-nem. Ada juga yang mengatakan bahwa nama jaipong mengacu pada bunyi kendang: plak, ping, pong
Pada awal kemunculannya, jaipong merupakan tarian modern yang berbeda dari tarian-tarian tradisional Sunda sebelumnya yang mengedepankan sopan santun dan kehalusan budi para penarinya. Penari (yang biasanya perempuan) bahkan menundukkan pandangannya, dan tak boleh menatap pasangannya. Lain dengan jaipong yang pada saat itu terpengaruh juga oleh budaya dansa Barat di ball room, penari diharuskan fokus menatap pasangannya sebagai bentuk komunikasi visual.    
Tari jaipong mulai ditampilkan di depan umum pada 1974 dalam Hong Kong Arts Festival, melibatkan penyanyi-penari Tatih Saleh, Gugum Gumbira sebagai koreografer, dan Nandang Barmaya, seorang musisi sekaligus dalang. Saat itu pemerintah sempat berupaya melarang tarian ini karena dirasa cenderung amoral dan sensual. Tetapi alih-alih meredup, jaipong malah makin populer, terutama di era 80-an. Bentuk jaipong kala itu tidak lagi disajikan sebagai tarian pergaulan seperti ronggeng, tayub atau ketuk tilu, di mana posisi penonton sejajar dengan penari, tetapi sebagai tarian panggung. Jaipong biasa dilakukan oleh penari perempuan, tetapi bisa juga dilakukan secara berpasangan.
Gerakan Jaipong
Jaipong memiliki dua kategori dalam gerakannya:
  1. Ibing Pola (Tarian Berpola)
Tarian ini biasanya dilakukan secara rampak (berkelompok) dikoreografi, disajikan dalam panggung untuk kebutuhan tontonan saja.  
  1. Ibing Saka (Tarian Acak)
Penyajian jenis ini populer di kawasan Subang dan Karawang, disebut juga sebagai Bajidor. Bajidor sendiri sering diasosiasikan sebagai akronim Barisan Jelama Boraka (Barisan Orang-orang Durhaka). Tarian ini lebih merakyat karena, posisi penonton sejajar dengan penari. Dan penonton bisa ikut menari.
Pola Jaipong
Rangkaian gerak tari jaipong dapat dibedakan menjadi empat bagian:
  1. Bukaan, merupakan gerakan pembuka
  2. Pencugan, merupakan bagian kumpulan gerakan-gerakan
  3. Ngala, bisa juga disebut titik merupakan pemberhentian dari rangkaian tarian
  4. Mincit, merupakan perpindahan atau peralihan.
Gerakan dasar tarian ini sering disebut 3G akronim dari Geol (gerakan pinggul memutar), Gitek (gerakan pinggul menghentak dan mengayun), Goyang (gerakan ayunan pinggul tanpa hentakkan).  Dewasa ini tari jaipong boleh disebut sebagai salah satu identitas Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting  di Jawa Barat. Tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat biasa disambut dengan pertunjukan tari jaipong. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara.
Tari Jaipong juga banyak memengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong.

No comments:

Post a Comment